Kukar, linimasa.co – Tidak dapat dipungkiri bahwa seiring dengan berkembangnya zaman maka akan ada kebiasaan yang menjadi bagian dari kehidupan suatu masyarakat yang perlahan hilang karena dianggap tidak lagi relevan.
Hal itu pula yang terjadi pada masyarakat adat Dayak Kenyah yang tinggal di Desa Budaya Lekaq Kidau Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ada dua tradisi yang bahkan pernah menjadi kebanggan masyarakat pada masanya yang kini telah ditinggalkan. Kedua tradisi tersebut ialah Ngayau dan kuping panjang.
Ngayau merupakan tradisi berburu kepala manusia yang dilakukan oleh suku dayak pada zaman dulu. Sebab pada zaman itu antar kelompok dalam suku dayak saling bermusuhan dan saling serang.
Pjs Kepala Desa Lekaq Kidau, Adang mengungkapkan tradisi ngayau adalah sebuah kebanggaan, sehingga bagi laki-laki yang mau menikah harus berburu kepala manusia.
“Jadi kalau pulang berburu harus bawa kepala manusia sebagai syarat menikah,” ujar Adang.
Burung Enggang Lambang Perdamaian
Tradisi berburu kepala mulai ditinggalkan setelah ada perjanjian damai antar suku yang diberi tanda burung Enggang sebagai simbol perdamaian.
“Burung Enggang kemudian jadi lambang perdamaian antar kelompok suku. Burung Enggang dianggap sebagai roh menyerupai burung yang memberi perdamaian,” jelasnya
Tradisi kuping panjang mulai hilang dua tahun terakhir.
Walaupun kuping panjang adalah simbol kecantikan bagi wanita suku Dayak Kenyah namun untuk generasi saat ini sepertinya tidak demikian.
Adang mengatakan generasi muda suku dayak Kenyah malu meneruskan tradisi tersebut karena dianggap terlalu unik.
“Banyak yang malu. Mereka pakai anting tapi tidak pakai pemberat jadi tidak panjang, dua tahun lalu masih ada beberapa orangtua kita yang telinga panjang. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi sejak mereka meninggal,” ungkapnya.
Tidak ada lagi yang melanjutkan tradisi kuping panjang berimbas pada kunjungan wisatawan ke desa budaya tersebut. Bahkan Adang mengatakan ada wisatawan yang tidak percaya bahwa mereka adalah orang dayak.
“Kalau ada bule datang ke sini bilang mau ketemu orang Dayak. Kami bilang, kami ini orang Dayak, mereka enggak percaya. Karena setahu mereka orang Dayak itu telinganya panjang. Ada bule pernah bilang, kami ini orang Dayak tidak original,” ceritanya.
Masih ada tradisi yang dipertahankan
Adang mengatakan masih ada beberapa tradisi suku Dayak Kenyah yang masih dipertahankan hingga saat ini untuk menarik wisatawan sejak desa tersebut ditetapkan sebagai desa budaya oleh Pemkab Kutai Kartanegara.
Tradisi tersebut ialah tarian, seni ukir, seni anyam, pernikahan adat, ritual pembukaan kebun hingga panen dan tato.
“Setiap tradisi itu punya makna bermacam-macam. Bahkan sampai ukiran hingga tato pun ada makna,” terang dia
Adang memiliki rencana untuk membuat museum desa dengan tujuan untuk memamerkan semua arsip-arsip tradisi suku Dayak Kenyah yang telah punah dan yang kini masih bisa diwariskan.(adv)
Pewarta Herman | Editor Redaksi