Opini – Merdeka belajar merupakan filosofi perubahan metode pembelajaran yang mengupayakan proses belajar siswa secara merdeka sesuai dengan minat dan karakter mereka. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, mengartikan sebagai unit pendidikan yaitu sekolah, guru-guru dan muridnya punya kebebasan. Kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif.
Salah satu indikator cetusan Mas Menteri tentang Merdeka Belajar adalah disaat peserta didik harus berada di rumah dan mengikuti pembelajaran secara tidak biasanya. Komunikasi peserta didik menjadi terbatas karena jumlah pertemuan tatap muka berkurang. Meski alternatif komunikasi melalui digital atau online, tetap saja hal ini berpengaruh terhadap komunikasi sosial peserta didik.
Keluhan demi keluhan dari masyarakat pun bermunculan. Teknologi yang digunakan terasa kurang familiar bagi sebagian masyarakat, pembelajaran tidak maksimal, koneksi internet pada sebagian daerah masih memiliki kendala jaringan. Belum lagi, penyampaian materi secara online bagi sebagian peserta didik menjadi momentum yang dimanfaatkan untuk bermain tanpa harus takut dengan pengawasan guru di kelas.
Jika ditelisik lebih dalam, merdeka belajar dapat berarti pembetukan kemandirian peserta didik dalam proses belajar dan kemerdekaan lingkungan Pendidikan dalam menentukan proses pembelajaran. Dengan kata lain, konsep merdeka belajar adalah pemberian kebebasan bagi satuan pendidikan, guru-guru dan muridnya dalam melakukan eksplorasi dalam belajar. Kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif.
Salah satu tantangan merdeka belajar adalah memunculkan kreativitas pendidik dalam memberikan materi pelajaran yang mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didik. Kemampuan guru diuji berpikir kreatif dan mampu memanfaatkan teknologi meski sarana dan prasarana masih terbatas. Hal ini tentunya membawa perubahan positif dimana pendidik harus berupaya meningkatkan sumber dayanya menciptakan metode belajar yang efektif serta mendesain kurikulum berbasis kompetensi.
Dengan adanya perubahan yang positif ini diharapkan adanya pergerakan yang signifikan terhadap perubahan pendidikan di Indonesia. Kita sadari bahwa sebaik apapun teknologi pendidikan, kurikulum, infrastruktur yang ada di satuan Pendidikan, tetap tidak bisa menggantikan peran guru. Untuk itulah, melalui Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) akan lahir pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berkakhlak mulia, berkebhinekaan yang global, mandiri, kreatif, gotong royong dan berpikir kritis.
Konsep Program Pendidikan Guru Penggerak adalah pemberian ruang dan waktu bagi guru untuk melakukan inovasi yang muaranya memberikan hal terbaik bagi peserta didik. Pendidikan guru penggerak dilakukan dengan pendekatan andragogi dan berbasis pengalaman, untuk itulah proses kepemimpinan sangat penting dimiliki oleh guru penggerak sebagai pioneer perubahan.
PPGP merupakan episode ke empat dari program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai wahana bagi guru dalam mengembangkan diri dan berkolaborasi dengan guru lain secara mandiri. Guru penggerak dibentuk untuk memiliki kematangan moral, emosi serta spiritual sehingga memiliki perilaku sesuai dengan kode etik dan menjadi teladan bagi sekitarnya.
Kunci kesuksesan pendidikan adalah bagaimana guru mampu mengubah paradigma serta mentransformasi pembelajaran yang merdeka bagi peserta didik. Pada titik inilah konsep merdeka belajar diterapkan oleh guru penggerak. Prinsipnya adalah guru akan mengajar dengan merdeka tanpa tekanan dan diberikan kemerdekaan dalam mengelola pembelajaran. Begitu pula kebebasan berpikir bagi peserta didik terhadap persepsi pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Berdasarkan refleksi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh kembangnya segala potensi yang ada pada diri anak agar dapat berkembang secara optimal. Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan potensi-potensi individu (peserta didik) baik potensi fisik maupun potensi cipta, rasa, maupun karsanya agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya tanpa ada paksaan, bebas berekslporasi dan merdeka dalam belajar. Pencapaian proses dan hasil belajar siswa agar optimal maka diperlukan guru yang mau bergerak dan berorientasi pada siswa serta melakukan transformasi pendidikan di masa yang akan datang.
Penulis
Sri Mulyati, M.Pd
Kepala Sekolah SDN 007 Samarinda Ilir