Opini, linimasa.co – Ajang Eksistensi diri Amerika Serikat (AS) dan China memasuki babak baru. Setelah sempat diguncang dengan Wabah Covid-19, kini Negeri Tirai Bambu itu kembali ke pentas dunia dengan penuh percaya diri. Sebagai tempat munculnya wabah, China seolah merasa paling berkepentingan menemukan Vaksin bagi Virus yang kini telah menjadi pendemi. Saat ini telah berlangsung fase pertama ujicoba klinis yang melibatkan 108 sukarelawan. Mereka adalah warga Wuhan yang berusia 18 – 60 tahun. Uji klinis tersebut membagi mereka dalam 3 kelompok. Dan setiap kelompok diberi dosis antivirus yang berbeda.
Akan halnya AS, ketika tulisan ini dibuat, tengah melakukan ujicoba terhadap vaksin dengan nama mRNA 1273. Presiden Donal Trump sendiri dikabarkan telah menawarkan hak ekslusif atas vaksin ini seharga 1 milyar dollar AS. Modern,Inc adalah nama perusahaan bioteknologi asal Jerman yang mengembangkan Vaksin tersebut. Tentu saja hal ini memancing reaksi keras dari Pemerintah Jerman. (Republika online)
Sama halnya dengan China, mRNA-1273 ini juga masih dalam proses uji klinis. Vaksin ini berasal dari replikasi genetik virus , bukan dibuat dari virus Corona seperti vaksin yang lain. Selain China dan AS, Singapura dan jepang juga menjadi negara yang bersemangat melakukan penelituan demi menemukan Vaksin dari Virus yang hingga saat ini telah menelan korban 16.595 juta jiwa di seluruh dunia.
Jepang melalui Gilead Science,Inc mengembangkan obat anti virus remdesir dan terapi plasma, sedangkan Singapura memakai teknik melacak perubahan genetika. Menurut Ilmuwan dari duke-Nus Medical School, teknik ini hanya membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengevaluasi potensi vaksin dan mempercepat ditemukannya Vaksin Corona penyebab Covid-19. (Liputan6.com)
Motivasi Utama
Saat ini perusahaan farmasi di seluruh dunia, mati-matian membuat vaksin Covid-19. Kemajuan teknologi memang suatu hal yang dibutuhkan dalam kehidupan. Tak bisa dipungkiri, ini adalah kabar yang cukup menggembirakan.Hanya saja, dunia saat ini dikuasai oleh kerakusan dan keserakahan. Tak hilang dalam benak kita, kenangan beberapa tahun silam.
Dunia ketika itu dihantam dengan wabah Flu burung (H5NI). Di tengah kepanikan, tersiar kabar tak sedap. Perdagangan Vaksin. Tamiflu, nama vaksin flu burung pada waktu itu. Ketika Indonesia membutuhkan, justru vaksin ini diborong oleh negara besar yang notabene zero casus. Banyak pula keanehan lain yang diungkap dengan detil oleh Siti Fadila Supari dalam buku berjudul ” Tangan Tuhan Dibalik Virus Flu Burung”.
Begitulah dunia dalam cengkreman hegemoni kapitalis. Yang kuat memangsa yang lemah. Berlomba-lombanya perusahaan farmasi mencari anti virus untuk Covid-19 hanya bermotif keuntungan. Bukan demi kemanusian. Karena keuntungan materiil adalah hal yang paling menonjol, bahkan satu-satunya yang dinilai penting dalam kacamata ideologi ini.
Islam Rahmatan lil Alamin
Sejarah kegemilangan Islam membuktikan, bagaimana kemajuan peradaban dibangun atas pondasi Iman. Jauh ketika Eropa mengalami masa kegelapan, Negara Khilafah mencapai puncak kejayaannya. Begitupun dalam hal vaksin.
Abu Bakar Ar-razi dikenal sebagai ilmuwan paling besar di bidang kedokteran. Dialah ilmuwan muslim pertama yang menemukan konsep dasar vaksin smallpox, wabah dan sistem kekebalan tubuh. Barat menyebutnya Rhazes. Selain itu, penulis kitab Thib Al Mansur ini adalah dokter pertama yang meneliti dan mengujicobakan vaksin ke kera sebelum ke manusia langsung.
Kitapun mengenal ilmuwan muslim lainnya yaitu Abu Qasim Al Zahrawi. Selain sebagai penemu pertama alat bedah, buku karangannya yang berjudul At-Tashrif Liman Ajiza’an Ta’lif menjadi rujukan di Eropa. Bahkan, seorang pakar ilmuan besar Hallery mengatakan, “seluruh pakar bedah Eropa sesudah abad 16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan ini.
Islam tak mengenal hak paten dan royalti. Berbagai penemuan dan inovasi yang dikembangkan oleh ilmuwan muslim, terbuka untuk dimanfaatkan demi kemajuan peradaban manusia. Karena bagi seorang muslim sadar, ilmu yang bermanfaat kelak menjadi amal jariyah bagi dirinya.
Begitupun Khilafah. Tak pernah pandang bulu dalam membantu negeri-negeri lain yang sedang tertimpa bencana. Tinta emas sejarah mencatat kedermawanan Sultan Abdul Majid ketika memberikan sumbangan 10 ribu poundsterling kepada warga Irlandia yang terkena bencana kelaparan. Bahkan, Ratu Inggris pun hanya memberikan bantuan sebesar 2 ribu poundstrerling. Maka, adakah Negara Adidaya lain yang menjadi pelayan dan pelindung terbaik selain Khilafah? Silahkan buktikan sendiri! Wallahu’alam bishawab
Penulis Ari Nurainun
Pemerhati Politik dan Ekonomi
Balikpapan – Kaltim