“Puasa adalah satu ritual yang dikenal hampir semua agama atau keyakinan. Dimana puasa memiliki kekhususan dalam metode pembangunan spiritual yang meletakkan pondasi bangunan di hati, bukan pada bahu yang dianggap sebagai pemikul beban, atau selendang dalam bentuk sorban yang memiliki nilai keindahan bagi pemakainya, bukan pula mahkota sebagai symbol keagungan yang bisa membuat manusia menjadi congkak. Akan tetapi hati yang akan mempengaruhi isi kepala yang bermahkota, yang berisikan akal dan fikiran dan mengendalikan perut beserta organ di bawahnya yang lebih dominan dengan nafsu.”
Opini, linimasa.co – Hati memiliki peran sebagai control bagi akal maupun nafsu. Oleh sebab itu letak hati berada diantara kepala dan perut, namun jarak kepada perut sangatlah dekat, berbeda dengan kepala yang berjarak paling tidak satu jengkal ke atas jarak yang sama dengan organ bawah perut. Hati seseorang akan sangat berpengaruh terhadap segala emosi dan juga kebijaksanaan. Otak adalah pusat dari seluruh organ tubuh, tak ada satu pun organ tubuh yang tak terhubung ke otak, akan tetapi perut sebagai sumber energi juga memiliki dominasi yang dibantu dengan awah perut sebagi symbol dari nafsu dan isi kepala sebagai symbol dari akal.
Abstraksi di atas merupakan cerminan kehidupan yang dipenuhi dengan segala hasrat maupun kearifan, ya antara akal dan nafsu memiliki kepentingan dalam mengendalikan hati manusia, mana yang dominan maka itulah pemenang bagi pemberi pengaruh, akal akan berfikir dan mengeksekusi melalui jalan fikirnya, demikian juga urusan nafsu akan berjalan mempenagruhi hati dan akan mendorong akal berbuat negative tatkala memenangkan pergumulan sebagai kekuatan penekan dalam jiwa manusia. Ibarat controller dalam manajemen mesin, controller perlu deprogram ulang dalam setiap tune up, battery perlu direcharge agar memiliki tegangan (akal) agar arus yang dihasilkan maksimal dengan resistan (nafsu) yang bisa dimanfaatkan dan berdaya (out put) yang positif. Dengan meminjam rumus kelistrikan ini maka apa yang menjadi output bagi perilaku manusia yang berakal akan mapu menekan hasrat yang didorong oleh nafsu sehingga ide dan gagasan yang keluar (arus) akan menjadikan amalan positif dan bermanfaat (daya).
Puasa tidak hanya dikanal dalam ajaran Islam, akan tetapi agama-agama di dunia mengenal puasa sebagai metode yang tepat untuk membangun nilai spiritual yang diharapkan dari indicator pencapaian dari ajaran yang diterapkan baik berupa ajaran yang rasional maupun doktrin yang menutup ruang kritis bagi yang mengimaninya.
Dalam Islam puasa disyariatkan setiap tahun dengan waktu dan kaifiyat yang ditentukan bahkan hingga persiapan dan hal-hal yang dapat meningkatkan nilai puasa hingga yang merusak (rofast) semua diatur sedemikian rupa, bahkan kesempurnaan puasa ini diakhiri dengan membangun kepekaan sosial sebagai indicator keberhasilan penyucian jiwa dengan zakat fitrah, sebagai bukti bahwa hubungan manusia dengan Illahi, tidak cukup dengan menghamba hingga tanpa peduli dengan orang di sekitar. Hal ini juga diterapkan dalam komunikasi hamba dengan sang Khaliq, dimana salam adalah symbol dari fantashiru fil ardi ( bertebaran di muka bumi) dengan memegang teguh prinsip rahmatan lil alamin. Ya Islam adalah agama yang setiap ibadahnya selalu diikuti dengan kepedulian sosial, baik sholat, puasa, zakat dan berhaji pun selalu ada dimensi sosial yang menyempurnakan amalannya, apakah penyempurna atau kifarat bila dianggap ada yang dilanggar.
Di QS. Albaqoroh ayat 183 ; Yaa ayyuhalladziina aamanuu kutibaalaikumushiyam kamaa kutiba alalladziina minqoblikum la’alakum tataquun. (QS 2:183) Artinya :“wahai orang-orang yang beriman telah datang kepadamu kewajiban untuk berpuasa sebagaimana pula diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. Dari ayat tersebut dapat kita identifikasi dengan pembagian berdasarkan kalimat menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Sasaran Perintah, kalimat yaa ayyuhalladziina aamanuu adalah penegasan dari pada sasaran perintah, tanpa bersifat umum seperti yaa ayyuhannas tapi khusus (spesial) yang berarti adalah manusia-manusia pilihan. Siapa yang terpilih ? tentu yang terpilih adalah mereka yang beriman kepada Allah. Sasaran perintah ini sangat jelas, bersifat ujian dan pembuktian kita kepada Alloh sejauh mana mampu membuktikan bahwa di qolbu (hati) kita masih mempunyai iman. Kegembiraan atau beban adalah indikator tebal atau tipisnya iman.
Namun kalimat gembira atau beban ini harus dipahami dalam kondisi normal karena ada orang beriman namun tidak gembira karena faktor udzur seperti sakit atau kondisi lain yang membuat ia bersedih karena tidak bisa menjalankan ibadah puasa, namun Allah maha pemurah untuk mereka yang udzur tentu ada peluang untuk menggantinya di hari lain sebanyak hari yang ditinggalkan (qodho’) atau jika tidak memungkinkan lagi karena kehendak Allah bisa membayar kifarat (fidyah). Sasaran dari perintah puasa ini juga menunjukkan dari keterpilihan dalam hal iman sebagai pembuktian bahwa kita memiliki cinta kepada Alloh swt sebagai sang pencipta (kholik) yang menyandang predikat Illahiyah (Tuhan yang patut disembah) dengan segala kepemilikan absolut atas langit dan bumi ( Robbussamawati wal ardi) dan segala isinya sehingga sebagai hamba dan mahluk memiliki insting (ghorizah) untuk menjadi abdi bagi Raja yang menguasai lagit dan bumi serta segala isinya (Mulkissamaawwati wal ardi). Mengapa disebut sebagai manusia pilihan ? banyak alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Perintah puasa tidak akan bisa dilaksanakan oleh orang kuat, sehat, lapang, berkelebihan harta saja, karena faktanya banyak yang memiliki kriteria tersebut namun tidak bisa menjalankannya karena mereka tidak menyambut perintah itu dengan iman sebagai ajang pembukttian.
2. Pokok perintah, kalimat kutiba alaikumushshiyam yang berarti “telah sampai kepadamu perintah untuk berpuasa”. Jika kita mendeklarasikan diri bahwa kita beriman kepada Alloh swt, tentu naluri kritis tidak akan muncul. Dengan prinsip menjalankan perintah dan khusnuzhon (berprasangka baik) kepada Alloh swt bahwa setiap perintah pasti ada hikmahnya. Belakangan ini memang banyak penemuan manfaat terkait ibadah kepada Alloh swt baik secara sosial maupun medis. Namun hendaknya keilmuan terkait sosial dan medis itu adalah dijadikan efect dari ibadah itu sendiri.
Sebagai contoh orang melaksanakan sholat berjamaah dapat membuat pribadi menjadi disiplin, interaksi sosial membaik, ketaatan terhadap garis komando meningkat dan setiap gerakan adalah menyehatkan. Riset itu tentu tidak boleh dijadikan dasar kita untuk menjalankan sholat, akan tetapi sebagai efect, menjalankan sholat tentu harus dengan dasar iman yang dibuktikan dengan taqwa. Begitu pun dengan puasa, secara medis manfaat puasa sangatlah baik untuk kesehatan namun kita sebagai hamba Allah yang beriman jangan sampai salah niat yang akan berakibat ibadah puasa mejadi sia-sia.
3. Tinjauan pustaka dengan perbandingan perintah puasa pada masa lampau, kalimat kamaa kutiba alalladziina minqoblikum yang berarti “sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum kalian” adalah cara Alloh memberikan keyakinan kepada kita sebagai hambanya bahwa Alloh swt itu maha adil. Setiap umat dari generasi ke generasi pada masa sebelumnya juga mendapatkan perintah yang sama, yaitu berpuasa, jika demikian maka sholat pun tentu didapatkan meski dengan waktu dan bilangan yang berbeda.
Alloh swt memastikan bahwa puasa adalah cara terbaik untuk membangun ruhiyah jiwa yang dapat meningkatkan keimanan dan membangun jiwa yang bertaqwa. Beberapa contoh umat terdahulu adalah umat nabi Musa AS yang berpuasa di setiap bulan pada 3 hari bulan purnama (ayyamul bidh) yang berarti dalam setahun adalah 36 hari, atau puasa nabi Dawud sehari puasa sehari berbuka yang berarti dalam setahun adalah 177 hari atau puasa nabi Isa AS setiap hari jum’at dalam kalender hijriyah setahun adalah 50 pekan berarti dalam setahun berjumlah 50 hari. Umat nabi Muhammad saw hanya 1 bulan (29 atau 30 hari) dan dalam waktu yang telah ditentukan ( ayyama ma’duudaat) sehingga syi’ar dari puasa itu bisa dirasakan di seluruh penjuru dunia, mulai kepulauan di tengah samudera hingga daratan terpencil, gurun, pengunungan tinggi perkotaan hingga pelosok.
4. Tujuan Perintah, kalimat la’alakum tattaquun yang berarti “ agar kamu bertaqwa”. Inilah tujuan yang harus kita garis bawahi. Tidak semata-mata puasa itu untuk sehat, untuk menjadi syi’ar akan tetapi membangun pribadi-pribadi yang bertaqwa yang dapat diaplikasikan di bulan-bulan berikutnya. Puasa yang sukses akan menjadi recharge bagi iman yang bersamayan di hati, yang memiliki potensi tegangan iman, nafsu adalah sebagai hambatan yang mana kecepatan dalan bersamangat adalah arus iman yang dikendalikan oleh akal kita, amaliyah kita adalah daya yang akan kita gunakan untuk beramal dalam rangka beriman kepada Allah swt sang pemilik hidup kita.
Hadits Rasululloh saw diriwayatkan oleh Aththobroni “ Kam Sho’imi laisalahu min shiyamihi ilal ju’u wal athosy” Artinya “berapa banyak orang yang berpuasa tapi sebenarnya tidak mendapat apa kecuali lapar dan dahaga”. Semoga puasa kita di Romadhon 1441 H ini sukses.
Penulis opini oleh :
Yakub Fadillah, S.IP
Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan kader PW Pemuda Muhammadiyah Kaltim