Penulis : Fatimah Az-Zahra (Mahasiswi Sangatta)
Opini, linimasa.co – Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) bukanlah proyek main-main sehingga pemerintah membuka kesempatan untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Kaltim untuk dapat mendukung dan berpartisipasi dalam masukan dan pemikiran. Hal itu dikatakan oleh Rektor Universitas Negeri Mulawarman Samarinda, Prof. Masjaya usai acara Diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Mulawarman (IKA Unmul) dengan tema “Kaltim Menyambut Ibu kota Negara,” yang dilaksanakan di Gedung Olah Bebaya Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (19/9).
“Kami ingin mendampingi masyarakat dalam banyak hal, bahwa dia harus siap menjadi warga ibu kota tanpa menghilangkan kearifan lokal dan pemberdayaan masyarakat. Itu yang akan kami persiapkan,” ucapnya. Diakuinya jika masih ada masyarakat yang khawatir akan adanya warga negara kaltim yang akan tersisih dan terpinggirkan pasca pemindahan ibu kota negara ke Kaltim, memaklumi adanya pemikiran tersebut jika berkaca pada kondisi jakarta saat ini. Dijelaskan peran perguruan tinggi sesuai Tri Darma perannya adalah pendampingan terhadap masyarakat. Dalam peran tersebut perguruan tinggi akan melakukan pemetan bagaimana karakter pendidikan masyarakat, usia, keterampilan, skill, bahkan dia cenderung bisa berusaha apa kelak, ketika ibu kita negara di kaltim. Seperti yang dilansir pada pos kaltim
Masyarakat indonesia khususnya Kaltim adalah masyarakat sosial yang sangat ramah, mudah menerima orang baru yang ada disekitarnya. Inilah sangat keterkaitan masalah sosial dengan pindahnya ibu kota Negara (IKN) baru. Banyak kekhawatiran masyarakat asli akan tersisih dan terpinggirkan bahkan kearifan lokalnya hilang pasca pemindahan ibu kota negara ke Kaltim. Pindahnya ibu kota akan membuat gaya hidup(life style) masyarakat dari kearifan lokal berubah menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan serba moderen dan liberal. Sistem liberal sekuler akan berusaha menjaga kearifan lokal di kota IKN, namun hanya memanfaatkan kearifan lokal dengan tujuan sebagai objek wisata. Dimana pemerintah sekarang memang memberdayakan setiap daerah untuk menaikkan nilai dari budaya di daerahnya termasuk di kaltim sendiri.
Gaya hidup perkotaan akan mempengaruhi gaya hidup kota penyangga, salah satunya dengan ramenya turis/ pendatang yang akan membawa Life style bebas yang mereka miliki. Adapun dampak besar yang akan terjadi dalam aspek sosial, masyarakat akan lebih berorientasi pada materi dan gaya hidup sebebas-bebasnya yang akan berakibat pada maraknya narkoba, seks bebas, hedonis konsumtif, kriminalitas, LGBT dll.. tanpa peduli lagi halal/haram yang sudah ditentukan oleh Allah SWT.
Panajam Paser Utara (Kaltim), akan menjadi kota Megapolitan dimana industri, infrastruktur, tranportasi dan daerah sekitar akan berkembang mengikuti IKN baru. Selain itu perlu diperhatikan juga bahwa ciri khas kota Megapolitan yaitu segalanya berkembang pesat dan baik bagi sebuah negara berkembang. Namun, cerminan megapolitan memang mengambil contoh dari barat yang mengunakan sistem kapitalis liberal, kota Megapolitan bukannya memberikan dampak positif tapi malah membawa dampak negatif bagi umat seperti: angka kriminalitas meningkat, seks bebas dimana-mana bahkan sampai menjamurnya LGBT, karna sejatinya Semakin maju daerahnya efeknya juga akan semakin besar jika tidak di barengi dengan penjagaan dari negara baik dengan peraturan maupun penjagaan ketakwaan individu dan masyarakat. Ini nampak jelas seperti pada Jakarta yang saat ini masih menjadi IKN.
Berbeda didalam islam pindah ibu kota malah membawa kebaikan. Pindah ibu kota hukumnya mubah seperti yang pernah yang terjadi pada masa pemerintahan islam. Sejarah peradaban Islam mencatat sedikitnya empat kali perpindahan ibukota negara. Perpindahan pertama adalah dari Madinah ke Damaskus pada awal Bani Umayyah. Damaskus saat itu sudah ibukota musim panas kekaisaran Byzantium. Perpindahan kedua adalah saat kebangkitan Bani Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad. Baghdad adalah kota yang dibangun baru, menggantikan Ctesiphon, ibukota Persia. Perpindahan ketiga adalah pasca hancurnya Baghdad oleh serbuan Mongol, dan pusat Khilafah lalu dipindah ke Kairo. Kairo sendiri sudah ada di delta sungai Nil itu sejak zaman Fir’aun. Sedang terakhir adalah perpindahan dari Kairo ke Istanbul, ketika Khalifah terakhir Abbasiyah mengundurkan diri setelah melihat bahwa Bani Utsmaniyah lebih berkemampuan untuk memimpin dunia Islam dan mendakwahkannya ke seluruh dunia.
Islam sebagai idiologi bukan hanya sebagai agama ritual yang mengatur ibadah mahdhah saja tapi juga mengatur segala aspek dalam kehidupan termasuk aspek politik dan sosial. sistem pemerintahan Islam mampu menjaga ketakwaan setiap individu masyarakat dengan aturan/syariat yang bersumber langsung dari Al-qur’an dan As-sunnah (aturan dari sang pencipta). Tak ada keraguan lagi bahwa ketakwaan adalah status tertinggi seorang hamba di hadapan Allah SWT. Bukan kekayaan, status sosial, warna kulit, suku bangsa, dll. Islam telah menghilangkan status dan prestise yang melekat pada manusia dan menggantikannya takwa. Allah SWT berfirman:
Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kalian (TQS al-Hujurat [49]: 13)
Keberkahan pun akan dibukakan oleh Allah SWT manakala penduduk satu negeri beriman dan bertakwa. Seperti firman Allah SWT :
Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (TQS al-A’raf [7]: 96)
Dengan menerapkan aturan islam maka umat akan terjaga dari berbagai masalah dan kerusakan terkhusus pada aspek sosial. Sudah saatnya sistem kapitalis liberal ini diganti dengan sistem islam, sistem yang membawa keberkahan kepada seluruh umat.
Wallahu Alam Bisshawab..