Samarinda, linimasa.co – Menjadi karyawan selama 15 tahun bukan waktu yang singkat, namun pria berusia 51 tahun ini rela berhenti dari kerjaannya hanya karena membaca buku.
Misbahudin, pria kelahiran Kabupaten Lamongan yang karib disapa Cak Mis, merupakan sosok yang penakut. Dia mengaku dirinya sangat takut meninggalkan kampung halamannya untuk hijrah ke daerah lain. Hal ini membuatnya tidak memiliki pilihan saat salah satu perusahaan rokok tempat dia bekerja harus mengirim karyawannya ke Kalimantan Timur.
“Saya bekerja di perusahaan rokok sejak tahun 1994, kemudian saya dipindah ke Kaltim tiga tahun setelahnya, Saat itu jujur saya takut banget, apalagi yang saya dengar Kaltim itu sangat luas dan penuh dengan hutan belantara. Tapi karena ini tugas akhirnya saya berangkat juga,” ungkap Cak Mis.
Sesampainya di Kaltim, Ia merasa sendiri dan harus berjuang untuk mempertahankan hidupnya di tanah rantau. Dirinya bertekad sebelum usia 40 tahun, harus memiliki usaha sendiri. Jabatannya sebagai supervisor bukan hal mudah untuk diraih. Perjuangan dan kinerja yang ditampakkan membuat perusahaan tempat dirinya bekerja makin percaya.
“Pada tahun 2010, saya berpikir untuk membuka usaha sendir, tetapi saya bingung harus ngapain gitu. Ya awalnya saya tanya-tanya ke orang kemudian saya beli buku-buku motivasi,” bebernya.
Ia mengaku sempat kewalahan, namun dengan tekad yang kuat, Ia berhenti bekerja setelah membaca beberapa buku motivasi dan kiat menjadi pengusaha. Dengan bermodalkan ilmu yang didapatkan dari buku tersebut, Cak Mis mulai membangun usaha pertamanya tepat di usia 40 tahun kurang 1 bulan.
“Jujur saya ini takut, bagaimana nantinya jika rugi, terus usaha saya tutup, dan pikiran lain yang membuat saya harus mencari usaha yang cocok. Karena saya orang Lamongan, jadi usaha pertama saya adalah warung makan,” ujarnya sambil mengulik kisah lamanya.
Kendati dipenuhi rasa kuatir, Cak Mis tetap membca buku, bahkan dirinya mengaku, membaca buku merupakan hal yang tabu bagi dirinya.
“Saya membaca buku itu terakhir waktu sekolah menengah saja, dan baru kali itu kembali membaca buku. Bahkan herannya saya membaca 3 buku habis dalam satu bulan saja,” ungkapnya sambil tertawa kecil.
Warung pertama yang didirikan adalah warung Sholawat Lamongan, karena ketakutannya masih saja ada, Ia mengajak saudaranya untuk membuka usaha tersebut bersama, Ia hanya sebagai pemodal.
“Agak susah juga saat pertama kali, jadi saya kembali putar otak, kalau belajar dari buku sepertinya tidak cukup. Jadi saya mengikuti seminar dan pelatihan tentang kewirausahaan, ada yang gratis dan lebih banyak yang berbayar,” ujarnya.
Berbagai seminar dan pelatihan pun diikuti. Usahanya tidak berjalan semulus yang dipikirkan, sempat merugi bahkan kepikiran untuk menutup usahanya. Namun dia mengaku tak pernah menyerah bahkan mulai bangkit terus dan terus. Dengan tekad yang besar itu, warung Sholawat Lamongan pun bertambah cabang.
“Tapi setelah jalan beberapa bulan agak mandek lagi. Tapi saat warung tutup bukannya saya berhenti malah buka lagi warung di tempat lain,” kisahnya kepada awak linimasa.co
Setelah membuka warung Shalawat di Jl. Banggeris, Ia membuka cabang di Jl. P. Suryanata dengan label warung yang sama dengan menu Soto, Lalapan dan Seafood. Kendati demikian buka tutup usaha menjadi hal yang biasa bagi dia, menurutnya usaha yang tutup pertanda harus membuka usaha baru lagi.
“Saya tidak pernah memikirkan usaha yang belum berhasil, jika tutup ya sudah tutup aja, artinya saya harus buka usaha yang baru lagi,” tutur Cak Mis.
Setelah itu drinya membuka warung Mie Ayam dan Bakso Bledek, Ayam Goreng Shalawat, hingga akhirnya membuka warung Ayam Geprek Ajeeb, namun beberapa bulan kemudian berganti lagi menjadi Ayam Geprek Extreme, hingga akirnya pandemi melanda. Saat pandemi dia mencoba bangkit dengan membuka warung Soto Salam dengan menyajikan masakan khas Soto Lamongan.
“Ya ga langsung sukses, pasti usaha dar awal dan terus berusaha mesti jatuh bangun, sampai dua tahun lalu saya buka lagi Warung Nasi Goreng tanpa saos,” ujarnya semangat.
Hingga akhirnya pandemi covid-19 pun meluluhlantahkan ekonomi negara. Daya beli masyarakat menurun dan beberapa usaha kecil mesti gulung tikar. Hingga akhirnya Cak Mis mengambil peluang membuka warung Ayam Geprek Bang Jago.
“Ayam itu kan makanan segala usia, dari anak-anak sampai orang tua, dan harga yang kami berikan itu cocok dengan kantong siapa saja. kami menyediakan 8 varian ayam geprek,” jelasnya.
Sejak Januari hingga Maret 2022, Ayam Geprek Bang Jago telah berdiri di tiga tempat. Salah satunya di jalan Lambung Mangkurat dekat pasar Merdeka.
“Alhamdulillah ini outlet yang ketiga, rencananya akan buka lagi di beberapa tempat, InsyaAllah,” ucapnya.
Menurutnya Ayam Geprek Bang Jago ini merupakan solusi ekonomi selama pandemi covid-19, dengan menurunnya daya beli masyarakat, Ayam Geprek Bang Jago hadir untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.
“Bukan hanya harga, tetapi rasa dan kuantitas menjadi solusinya. Jangan ragu, silahkan mampir dan pesan,boleh makan di warung atau dibawa pulang. Kami juga dapat ditemukan di aplikasi Gofood atau grabfood.” ujar Cak Mis.
Delapan varian rasa yakni Geprek Ganja, Geprek Mangga, Geprek ayam crispy, Sambal bawang, Sambal Kemangi, Sambal Teri, Sambal Keja dan Mozarella, dtambah varian baru ayam geprek sambal pete.
“Alhamdulillah, sukses itu bukan ditunggu tetapi diciptakan,” tuturnya.
Pewarta Dwi