Kutai Kartanegara – Walau jauh dari hiruk pikuk suasana kota, Kecamatan Muara Muntai memancarkan aura begitu indah. Bentangan sungai Mahakam yang memanjang menjadi salah satu ikon kecamatan ini.
Kecamatan Muara Muntai adalah salah satu kecamatan di pedalaman Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Letaknya sekitar 157 kilo meter atau kurang lebih 3 jam perjalanan ke arah barat dari Kecamatan Tenggarong, ibukota Kabupaten Kutai Kartanegera.
Luasnya wilayahnya mencapai 928,6 kilomoter persergi dan memiliki 13 desa. Wilayah ini memiliki potensi perikanan air tawar yang besar. Hal ini karena penduduknya berada di area dataran sedang yang bermukim di sepanjang aliran sungai dan danau.
Sebab itu, sebagian besar masyarakat Muara Muntai adalah nelayan. Warga memanfaatkan perairan air tawar yang besar berupa sungai dan danau ini sebagai wadah untuk mengais rezeki.
Memasuki musim air surut pacsa banjir di hulu sungai Mahakam jumlah tangkapan ikan tawar para nelayan mengalami peningkatan drastis. Dalam sehari para nelayan mampu menangkap ikan mencapai puluhan ton.
Salah seorang pengolah Ikan asin di Desa Rebak Rinding, Ariati menyebut, pasca banjir yang terjadi di daerahnya, tangkapan ikan tawar para nelayan mengalami peningkatan 4 kali lipat dari biasanya. Adanya musim seperti ini dalam sehari, dirinya mampu mengolah ikan asin mencapai satu ton lebih.
“Kalau engga musim, biasa cuman 200 kilo seharian tapi sejak dua minggu ini, sehari kita bisa olah lebih dari satu ton ikan asin, dari tangkapan nelayan,” jelas Ariati saat ditemui media ini dirakit pengolahan ikan asin, pada Sabtu (30/7/2022).
Dari Desa Terpencil Mampu Menembus Pulau Jawa
Hasil tangkapan itu kemudian sebagian besar dijadikan olahan ikan asin. Beberapa jenis ikan seperti Ikan biawan, repang, dan haruan jadi bahan baku.
Ikan tersebut diolah dan dikirim ke Pulau Jawa. Meski terpencil, desa-desa di Kecamatan Muara Muntai mampu menembus pasar di luar pulau.
Saking melimpahnya, ikan-ikan asin olahannya, setelah proses penjemuran langsung dikirim ke luar daerah seperti Banjarmasin hingga ke Jakarta.
“Sebagian memang sudah ada yang pesan di Jakarta, biasanya kapal-kapal dari sana datang mengambil ikan asin saya, ya sehari kita bisa kirim 1ton lebih ikan asin ke sana,” terangnya.
Dari olahan ikan asin itu, Ariati mengungkapkan, mampu meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah dalam sehari.
“Sekitar puluhan juta, tapi hasil itu kita bagi ke pekerja, dengan hitungan satu kilo ikan kita bayar se-ribu rupiah untuk para pekerja,” ungkapnya.
Tak jauh dari rakit pengolahan ikan asin milik Ariati, media ini pun menjumpai rakit ikan tawar lainnya. Kali ini, media ini menyinggahi rakit pengolahan ikan Pipih atau biasa di sebut masyakarat dengan ikan belida milik ibu nunuk.
Hampir sama dengan pengelolaan ikan asin, ikan Pipih milik ibu Nunuk yang diperoleh dari para nelayan mencapai 700 kilo dalam sehari.
“Jadi ikan Pipih yang kita dapat dari nelayan ini, kita ambil dagingnya saja, karena dagingnya ini yang biasa jadi bahan baku kerupuk amplang khas Kaltim,”
Tak sampai disitu, daging ikan Pipih yang sudah di olah Nunuk, sebagaian besar di kirim ke daerah Palembang.
“Engga cuman kita kirim ke daerah Kalimantan, olahan ikan Pipih ini juga kita kirim ke Palembang karena bahan utama makanan empek-empek, jadi sudah ada pemesanannya disana,” tuturnya.
Pewarta Udin J