Samarinda, linimasa.co – Warga yang ditetapkan sebagai tersangka berinisial EM atas kasus dugaan ilegal logging di kawasan Kutai Barat (Kubar) oleh Polda Kaltim merasakan ada kejanggalan.
Dari kasus sengketa jual beli dan kepemilikan saham yang ikut menyeret dirinya sebagai Dirut perusahaan penyedia jasa di sektor perkayuan selama setahun berstatus tersangka masih belum ada kejelasan.
Dimana Kasus berawal dari perselisihan antara kepemilikan IUPHHK- HTI PT SAK, tentang hak-hak kepemilikan saham dan hak – hak yang berkaitan dengan hasil hutan kayu alam yang berada di areal PT SAK di Kabupaten Kubar.
Perselisihan itu sebelumnya antara pemilik saham lama atas nama TPH dan pemilik saham baru atas nama CL.
Dalam perselisihan tersebut, pada akhirnya menyeret Dirut PT AUB selaku kontraktor menjadi tersangka atas laporan pemilik saham baru PT SAK, atas nama CL.
Dengan dugaan atau sangkaan korporasi yang melakukan penebangan pohon, dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan pejabat yang berwenang.
“Status tersangka klien ini tidak mendasar, karena dokumen klien kami sudah lengkap secara administrasi dari pihak kehutanan,” ujar Kuasa Hukum EM, Robert Wilson didampingi Andi Syamsu Alam kepada awak media, Selasa (7/9).
Sebelumnya saat pemilik saham lama TPH, Dirut PT AUB bekerja sama dengan PT SAK terkait hasil panen HTI Loging berdiameter 40 cm.
“Klien kami hanya mengakui TPH sebagai mitra kerja karena sebagai pemilik saham yang lama, bukan kepada pemilik saham baru, CL,” ujarnya.
Ditambahnya lagi, atas kasus dan ditetapkannya kliennya sebagai tersangka itu, Robert sapaannya itu menyebut ada tindakan kriminalisasi terhadap pelaku usaha.
Jika ini diteruskan, maka bisa jadi memberikan ketakutan kepada investor. “Jelas dong, ini tidak masuk ilegal logging seharusnya,” paparnya
Sejak setahun perkara ini tidak berjalan, pun upaya praperadilan kepada Polda Kaltim dilakukan. Dugaan penelantaran kasus, membuat tersangka tidak bisa bekerja, beroperasi dan tidak bisa menggaji karyawannya.
“Surat Praperadilan kami tujukan kepada Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan tentang penetapan tersangka dan penyitaan asset milik klien kami yang ditahan,” terangnya.
Lanjut Robert, jual beli saham pun belum lunas sebesar Rp 3 miliar bahkan, sesuai perjanjian sudah lewat. Lalu izin dari Kementerian Kehutanan juga belum ada dimiliki pelapor.
Sehingga legal standing untuk melaporkan juga tidak mendasar. Dengan begitu, Izin tidak secara otomatis bisa dijual seperti saham.
“Kami harap penegak hukum atau Jaksa, PN bisa progresif melihat kasus ini,” harapnya.
Sebagai informasi Robert menerangkan, Sipu online ditutup dirjen pada tgl 18 Desember 2019, karena sengketa, apabila tetap menebang maka dianggap ilegal logging.
Pun asset milik kliennya berupa 700 metrik kubik logging. Lokasi di Muara Batuq, Kecamatan Mook Manaar Bulatn, kabupaten Kutai Barat. Dengan asset berupa 1 unit oil truk, 2 loader, 3 bulduser, 1 logging truk, kayu bulat Meranti campuran berdiameter 40 cm. “Penyitaan ini juga sangat tidak prosedural,” tegasnya
Dikonfirmasi media, terkait Pra Peradilan AKBP Jhoni, Kasubdit Tipiter Krimsus Polda Kaltim mengatakan, hal tersebut merupakan kewenangan setiap warga negara untuk mencari keadilan.
Namun untuk kasus itu sudah P21 dan tinggal menunggu pelimpahan ke kejakasaan. “Memang sempat ada kendala karena Covid-19 sehingga tertunda,” singkatnya. (MR)
Reporter Riski