Bontang, linimasa.co – “Polemik mata pelajaran sejarah dan solusinya” merupakan tema yang diangkat oleh Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) bersama Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Mulawarman (Unmul) dalam Seminar Nasional Pendidikan Sejarah (Senripah), Selasa (20/10/2020) melalui via zoom.
Turut menghadirkan sejumlah akademisi dalam mengupas tuntas polemik pembahasan mata pelajaran sejarah. Diantaranya Dekan FKIP UNMUL, Prof. Dr. H. Muh. Amir Masruhim M.Kes, Koordinator Prodi Pendidikan Sejarah, Dr. Jamil BS. S.Pd, MA.P, Ketua AGSI Kalimantan Timur, Joni, S.Pd, M.Pd dan Ketua Perkumpulan Program Studi Pendidikan Sejarah Indonesia Dr. Abdul Syukur, M.Hum.
Pembahasan terkait tema yang diusung begitu jelas dipaparkan oleh ke empat narasumber tersebut. Abdul Syukur salah satunya. Kurikulum pembaharuan sejarah di Indonesia, menurutnya perlu adanya pembaharuan. Lantaran perlu adanya kesesuaian karakter yang akan ditujukan untuk masa depan.
“Ya, saya setuju apabila kurikulum mata pembelajaran sejarah diperbarui. Tidak hanya di tingkat SMA tetapi, ditingkat SD, SMP juga,” ungkap Abdul Syukur saat seminar berlangsung.
Lebih lanjut, Abdul Syukur menjelaskan bahwa pada dasarnya mata pelajaran sejarah itu adalah sebuah mata pelajaran yang tertua di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, mata pelajaran sejarah adalah mata pelajaran utama dalam setiap kurikulum yang pernah diberlakukan di Indonesia.
Sejak kurikulum 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006 mata pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran mandiri, yang mana pada kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah dihilangkan. Dengan adanya konsep sepert itu perlu adanya evaluasi untuk dikembangkan pada kurikulum selanjutnya.
“Mata pelajaran sejarah adalah satu-satunya instrumen media pendidikan untuk memperkuat jati diri bangsanya. Untuk itu mata pelajaran ini wajib ada,” sambungnya.
Sebagai warga Indonesia kita perlu paham akan jati diri bangsa. Merujuk pada dokumen 25 Agustus tahun 2020 yang memicu polemik kedudukan mata pelajaran sejarah kurikulum. Dimana ada sebuah pergeseran yang terjadi pada kalangan muda penerus bangsa yang menganggap bahwa pendidikan sejarah bukan lah hal penting lagi
“Saya rasa kita juga merasakan. Tentunya bisa dilihat dari berbagai generasi penerus bangsa yag masih duduk di bangku sekolah. Mereka lebih mementingkan pelajaran yang diujikan dan beranggapan bahwa sejarah sudah tidak penting lagi,” tutur Abdul.
Sepakat dengan pernyataan Abdul Syukur, Ketua AGSI Kalimantan Timur, Joni berpendapat sama, bahwa kurikulum pendidikan sejarah perlu adanya pembenahan kembali.
“Dengan terbaginya mata pelajaran sejarah itu dalam beberapa bagian membuat peserta didik sedikit bosan. Jadi, perlu adanya pembenahan dalam penataan kurikulum pendidikan itu sendiri,” tutup Joni.
Pewarta Lutfi | Editor Syahir