Kukar, linimasa.co – Dalam dunia Perikanan dan Pertanian penggunaan pola intensifikasi untuk meningkatkan hasil produksi sudah sangat dikenal.
Walaupun hasil yang diberikan sangat fantastis ternyata memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dengan biaya perbaikan yang sangat mahal. Hal itu diakibatkan karena penggunaan baham kimia yang terus-menerus harus dilakukan.
Hal itu yang kemudian disadari oleh petani tambak di kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pengalaman buruk menggunakan pola intensifikasi lahan tambak membuat mereka jera dan memilih untuk beralih ke tambak ramah lingkungan.
“Dalam 2 tahun saja menggunakan pola intensifikasi tambak kami sudah rusak,”Ujar Subhan, Ketua Kelompok Nelayan Salo Sumba Sejahtera, Kecamatan Muara Badak.
Berdasarkan pengalamannya pola intensifikasi menggunakan pakan berbahan kimia. Bahan tersebut menumpuk di dasar tambak lalu berubah menjadi racun.
“Tidak semua pakan dimakan makan, yang tidak dimakan menumpuk bawah dan berubah menjadi racun,”ungkapnya.
Meski hasilnya besar dan menguntungkan namun dampaknya dapat merusak tambak dan ekosistem sekitarnya.
“Ketika air tambak kami lepaskan maka ikan, udang, kepiting dan hewan laut disekitar tambak akan mati,”jelas Subhan.
Beralih ke Tambak Ramah Lingkungan
Pengalaman menggunakan pola intensif menjadi pelajaran penting bagi para nelayan di Kecamatan Muara Badak. Apalagi setelah tambak mereka menjadi rusak akibat pola tersebut sehingga banyak petani tambak yang tidak mau lagi mengolah tambaknya.
“Ya karena biaya pemulihan tambak menghabiskan biaya yang besar, jadi banyak nelayan yang meninggalkan tambaknya,”ungkap Subhan.
Saat ini banyak petani tambak baik perorangan atau kelompok yang beralih ke tambak ramah lingkungan. Walaupun hasilnya panen tidak sebanyak seperti saat menggunakan pola intensifikasi namun tambak dapat digunakan terus-menerus.
“Alam di pesisir Kutai Kartanegara masih sangat baik dan harus terus dijaga oleh karena itu kami menggunakan pola ramah lingkungan,” katanya.
Dengan tambak yang ramah lingkungan petani tambak juga tidak perlu menyiapkan pakan khusus karena potensi alam masih banyak menyediakan makanan untuk ikan dan udang yang di budidayakan.
Petani tambak juga menyediakam areal untuk pohon mangrove di sekitar tambaknya sebagai tempat untuk mendapat bibit alami udang dan kepiting yang melimpah.
Subhan mengatakan petani tambak sangat memahami karakteristik lahan yang dijadikan tambak. Ekosistem mangrove sebagai pakan alami masih sangat terjaga dengan baik.
Menerapkan Tambak Terpadu
Untuk mendapatkan keuntungan lebih petani tambak mulai menerapkan tambak terpadu. Jadi selain budidaya ikan, udang dan kepiting mereka juga mulai membudidayakan rumput laut.
Hasilnya pun tidak main-main. Walau tidak sebanyak saat menggunakan pola intensifikasi, namun hasilnya masih dapat dirasakan oleh petani tambak.
“Jadi selain ikan kami juga taruh rumput laut di dasar tambak, selain sebagai pakan alami ikan bandeng kami juga dapat panen rumput laut hingga 300 kilogram,”ujar Subhan.
Selain itu pola tambak terpadu juga menyerap tenaga kerja. Karena budaya rumput laut membutuhkan tenaga non skill yang cukup banyak.
Kutai Kartanegara Punya Potensi Perikanan yang Besar
Tidak hanya dianugerahi dengan sumber daya alam yang melimpah, Kutai Kartanegara juga memiliki potensi perikanan yang besar.
Potensi ini meliputi daerah pesisir dengan hasil ikan, udang dan hewan laut lainnya serta kawasan sungai dengan potensi ikan air tawar yang juga melimpah.
Kepala dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kutai Kartanegara, Dadang Supriatman mengatakan potensi ikan dapat dilihat dari panjang garis pantai sepanjang 333 kilometer.
Selain itu juga kehadiran delta Mahakam semakin memperkaya daerah Kutai Kartanegara.
“Disanalah daerah pesisir yang terhampar tambak,” ujar Dadang.
Untuk hasil produksi laut, Dadang menyebut mencapai 189 ribu ton. Sekitar 40 ribu ton lebih adalah udang windu.
“Udang windu ini diekspor ke Jepang, Malaysia, Singapura, sampai Uni Eropa dalam bentuk mentah dan setengah jadi,” jelas Dadang.
Udang windu menjadi favorit produksi di Kutai Kartanegara karena dapat menghasilkan pendapatan yang sangat besar.
Selain di Muara Badak, udang windu juga dihasilkan di Kecamatan Anggana. Karena secara topografi, Kecamatan Muara Badak dan Kecamatan Anggana dianugerahi Kawasan Delta Mahakam.
“Di Muara badak saja, luasan tambak yang masuk Kawasan Delta Mahakam mencapai 12.608 hektar” jelasnya
Pewarta Herman