Samarinda, linimasa.co – Tiga bulan terakhir pendidikan di Indonesia, Kaltim khususnya tidak lagi menggunakan sistem tatap muka (offline) dalam pembelajaran. Saat diumumkannya Presiden prihal warga Indonesia positif Covid-19. Sejumlah pendidikan di Kaltim turut berbenah dalam melakukan sistem pembelajaran menggunakan daring (online) baik di tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Permasalahan kini dijumpai dari kebijakan tersebut. Dari keluhan orang tua siswa mengenai banyaknya tugas dan ketidak siapan warga belajar dengan menggunakan sistem daring. Sampai dengan sejumlah tuntutan pengurangan pembayaran SPP. Bahkan dibeberapa sekolah swasta, terdapat sejumlah guru yang belum mendapatkan honor mengajar.
Merespon isu tersebut Dialogika mengundang pemateri yang berasal dari DPR RI, Hetifah Sjaifudian, dan Salehudin dari DPRD Prov. Kaltim. Dalam diskusi virtual via zoom, Rabu (13/5/20).
Ade Ismail selaku direktur hubungan antara lembaga dialogika menerangkan. Bahwa Hetifah dan Salehudin merupakan orang yang berkompeten dalam membahas isu mengenai pendidikan.
“Ya, kami hadirkan mereka. Karena mereka adalah anggota dewan yang membidangi komisi mengenai pendidikan. Sehingga sangat berkompeten dalam membahas isu tersebut,” terangnya.
Hetifah diawal dialognya menyampaikan, bahwa tantangan besar dalam pendidikan kini adalah memenuhi 8 standar prasarana pendidikan. Termasuk didalamnya adalah memenuhi fasilitas, sarana, dan prasarana pendidikan.
Lanjut Hetifah, menurutnya di Kaltim masih banyak sekolah yang harus direnovasi dari sedang sampai berat. Selain itu pada masa Pandemi, permasalahan tenaga pendidik yang masih rendah guru dan dosen dalam menggunakan pembelajaran daring.
“Fasilitas pendidikan di Kaltim ini beberapa masih tertinggal baik dari segi fasilitas dan sarana. Apalagi pada daerah yang jauh di pinggiran, ketersediaan infrastruktur listriknya masih belum tersentuh. Selain itu, tantangan bagi tenaga pengajar kini, harus dituntunnya guru dan dosen dalam memanfaatkan pembelajaran daring. Dan bagi tenaga pengajar yang senior (tua), tidak semuanya bisa,” ungkap Hetifah, Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
Merespon hal tersebut, seorang kepala sekolah membenarkan permasalahan pendidikan di tengah Pandemi. Ia juga menyampaikan jika seluruh dana bantuan operasional sekolah (BOS) digunakan untuk pemenuhan provider. Maka dikuatirkan, nantinya honor untuk guru honorer berkurang.
“Terkait penggunaan kouta internet, permasalahan di sekolah swasta adalah, kita juga memikirkan bagaimana guru honorer. Selain itu kami sedang memastikan adanya bantuan kuota gratis. Jika menggunakan dana bos dikuatirkan honor untuk guru honorer berkurang,” Khairil Kepala Sekolah di Balikpapan.
Hetifah mengungkapkan nanti pihaknya akan minta Nadim agar bicara pada perusahaan provider komunikasi agar juga berpartisipasi dalam pengembangan media daring.
“Nanti kami minta Mas Nadim, untuk berkomunikasi dengan perusahaan provider. Ini adalah masukan yang bagus, apalagi dalam prakteknya setiap provider berbeda. Kami coba sarankan dana bos bisa diberikan ke siswa sekitar 50 ribu lah. Untuk penggunaan paket internet,” ucap Hetifah.
Ia juga menyarankan agar di masa Pandemi. Pembelajaran tidak memberatkan warga belajar. Namun tetap memberikan suasana edukasi yang baik.
“Di masa Pandemi ini, tidak usah terlalu terfokus pada pencapaian kurikulum dulu, sehingga tidak memberi beban dalam target pendidikan. Namun tetap memberikan pendidikan tetap nyaman,” tambahnya.
Salehudin juga mengungkapkan jika di Kaltim tidak semua akses internet terpenuhi. Beberapa daerah juga masih blank spot. Dan listrik masih mengalami kesulitan. Oleh karenanya menurutnya, hal tersebut yang menjadikan kendala dalam pembelajaran daring.
“Di tengah permasalahan yang ada kita tetap mencari solusi yang baik. Untuk pendidikan di Kaltim agar berjalan dengan baik. Ini swmua merupakan bagian dari aspirasi yang nantinya akan kita diskusikan di DPRD Provinsi,” pungkasnya.